HARAPAN INTAN MENJADI BERLIAN
Lilis Faizah N.H. XI IPS

By Redaktur 23 Jan 2019, 09:35:17 WIB Tulisan Siswa

HARAPAN INTAN MENJADI BERLIAN

(Lilis Faizah N.H. XI IPS)

 

Baca Lainnya :

            Dari kabut dingin yang menyapa hari, daun – daun cantik berbagai bentuk dan ukuran menahan embun dari malam yang dingin. Angin pagi yang dibarengi kabut membuat sulit untuk melihat. Hawa pagi hari yang dingin membawaku untuk bersembunyi di balik kasur dan selimut yang hangat. Tetapi hawa dingin yang menemani pagi harus ku lawan dengan keras untuk menuju sebuah tempat kesyahduan yang amat nyaman. Bangkit ku dari kehangatan kasur dan selimut yang hangat, dan pergi menuju kamar mandi untuk bersih – bersih, setelah beberapa menit sesaat setelah mandi waktu menunjukkan pukul 02.00 dini hari terasa amat sepi, pintu – pintu kamar masih tertutup rapat dan santri – santri masih terlelap dalam tidurnya di atas kasur dan kehangatan selimut.

Di keheningan seperti ini adalah suasana yang indah untuk melakukan ibadah malam, segera ku ambil air wudu dan ku laksanakan solat. Ketenangan jiwa dan kenikmatan terasa dalam gerak ibadah malamku ini, ayat – ayat suci yang kulantunkan membawa ku kedalam hipnotis yang Maha Kuasa. Di sisi ruang seligi bangunan ornamen – ornamen indah masjid pondok terdapat santriwan yang sedang syahdu melantunkan ayat – ayat Al-Qur’an dengan indah dan khusuk. Beberapa waktu kemudian azan subuh menggema dengan indah, dan segera santriwan – santriwati memadati masjid, yang tadinya hanya ada dua orang saja.

Bacaan surat ayat – ayat Al-Qur’an yang indah menari di atas lintasan – lintasan angin pagi yang dingin, terucap dengan tartil ayat-ayat itu dari orang yang paling berwibawah dan dihormati oleh santriwan dan santriwati, beliau adalah KH. Ahmad Kholid Rohman Alkarim setelah solat subuh biasanya para santriwan dan santriwati mengaji bersama Kyai Karim menggunakan kitab – kitab kuning yang biasanya dikaji santriwan dan santriwati di Madrasah Diniyah.

            Awan hitam terhantam pergi terganti awan biru yang indah dengan aksesoris burung – burung kecil yang menari – nari dengan eloknya, dan kicauan – kicauan burung yang merdu menambah keceriaan pagi hari. Meskipun sekolahnya jauh tetapi Zahira dan teman – temannya tetap semangat untuk dapat ke sekolah, tempat sekolah yang berada jauh di luar pondok yang seharusnya terasa berat tapi terasa ringan, karena suguhan alam hijau yang menawan. Sayup – sayup angin yang segar membuat pohon dan tanaman – tanaman hijau sawah bergoyang dengan riang. Kerasnya lonceng sekolah berbunyi membuat siswa dan siswi bergegas berkumpul di halaman untuk melakukan doa bersama seperti hari – hari biasanya sebelum masuk kelas dan memulai pelajaran. Suara yang merdu memecahkan keramaian siswa dan siswi yang berbaris di halaman, semua siswa dan siswi mengarahkan pandangannya kesuara yang merdu itu. Ternyata salah satu siswa kelas XII IPA. Semua siswa tak menyangkah seorang Fajar / Muhammad Fajar Sahal Mahfud yang dikenal pendiam dan malu suka menyendiri ternyata menyimpan suara emas yang merdu, begitu fasih doa – doa itu keluar dari mulutnya.

            Bangunan sederhana yang menjadi tempat untuk santri – santri melepas kepenatannya hanyalah dinding tua yang membatasi mereka dari paparan matahari dan semburan air hujan. Ditempat inilah persamaan antar santri terjalin. Teras kamar yang teduh dengan tanaman – tanaman bunga di depannya menjadikan nuansa kenyaman tersendiri. Merah merona matahari dan awan bercorak jingga yang eksotik membuat suasana seperti berada dalam dunia khayal. Lembar demi lembar kitab kuning terbuka bergantian, mata yang indah penuh keingintahuan  memandang lembar – lembar kuning yang penuh dengan kata – kata dengan makna yang menarik.

Perlahan awan jingga pudar berganti hitam matahari yang merah merona sudah tak tampak lagi, suara azan menggema dari toa’ atas masjid pondok, segera Zahira menutup kitabnya dan segera beranjak untuk menyucikan diri sebelum ia solat Magrib. Rerumputan hijau yang kering menjadi saksi keseriusan dan keikhlasan Zahira untuk beribadah. Sampainya Zahira di masjid, ia segera melakukan solat dua rokaat untuk menghormati masjid, ia memilih tempat yang agak tengah karena shof – shof masih kosong. Sembari menunggu iqomah setelah sholat daripada Zahira diam mengomat – kamitkan sedikit mulutnya untuk membaca tasbih.

Sesaat masjid sudah penuh dan Kyai Karim sudah terlihat, tandanya iqomat segara menggema. Setelah solat semua santri pergi meninggalkan masjid kembali ke kamar mereka masing – masing, tapi ada pula yang memilih untuk menunggu Isya’ di masjid. Terlihat di sudut shof terdepan ibu Nyai Khoiriyah sepertinya beliau sedang merasakan kesakitan pada kakinya. “Ada apa ya sepertinya Ibu Nyai merasa kesakitan, ucap Zahira pelan.

            Setelah Zahira bertanya memang Ibu Nyai merasa sakit pada kakinya, Zahira meminta izin agar ia diperbolehkan memijat kaki Ibu Nyai. Dan ibu Nyai mengizinkannya, senyuman manis tergambar di wajah Ibu Nyai dengan menatap santrinya itu. Zahira dengan hormat  memijat, terlontar kata dari ibu Nyai, “Nak..... Siapa namamu.” “Nama saya Zahira,” dengan menunduk dan memijat kaki Ibu Nyai.

            Malam yang hangat terganti dengan malam yang dingin, dinginya membuat rusuk – rusuk mengeropos secara perlahan. Gemercik air terjatuh dengan deras dari gayung – gayung santri yang sedang mandi, terlihat ramai lalu lalang santri yang akan mandi. Waktu menunjukkan pukul 03.00, masih tersisa waktu untuk melakukan solat malam, Zahira segera bergegas ke masjid untuk solat malam sekaligus menunggu subuh, suasana masjid yang masih gelap membawa Zahira menuju puncak kekhusu’an. Setelah solat ia berzikir melantunkan tasbih yang biasa ia baca, terasa ada tangan yang menepuk bahunya. Zahira terkejut dan menoleh ke belakang, ternyata ibu Nyai Khoiriyah, Zahira langsung mengulurkan tangannya meraih tangan Ibu Nyai dan menciumnya dengan sangat tunduk.

Sedikit demi sedikit matahari memperlihatkan dirinya mengganti awan gelap menjadi awan biru, dengan sedikit garis kuning matahari pagi. Hari ini sangat berbeda dari hari – hari sebelumnya, para siswa terlihat sangat berbeda. Kepala sekolah yang gagah berdiri di hadapan siswa siswi yang berbaris rapi di halaman. Berbaris – baris kata yang keluar dari mulut kepala sekolah, salah satunya pemberitahuan bahwa ada lomba Internasional yang meliputi ilmu perbintangan, ilmu – ilmu agama yang memecahkan keadaan dunia yang semakin parah dan melihat Islam hanya sebelah mata. Saat istirahat Zahira dan Fajar dipanggil Kepala Sekolah. Mereka datang ke ruangan Kepala Sekolah, di sana ada Kepala Sekolah, Ustadz Tohirin, dan Kyai Karim. Zahira dan Fajar masuk dengan sopan. Mereka berdua duduk di hadapan Kepala Sekolah, Ustadz, dan Kyai dengan kepala menunduk.

Kalian dipanggil ke sini karena kalian diminta mengikuti lomba Internasional yang di sampaikan Kepala Sekolah pagi tadi. Pak Kyai serta Kepala Sekolah sudah berembuk dan Kami sudah setuju,ucap Ustadz Tohirin dengan memandang Zahira dan Fajar yang ada di hadapannya. Dengan masih menundukkan wajah Zahira dan Fajar hanya terdiam. Dalam hati Zahira berkata,Kenapa harus aku?.’’ Kalian dipilih karena kalian adalah santri yang paling baik nilainya maka kami memilih kalian, kalian mau kan....? Kalian harus mau karena Kalian adalah santriku, kalian pasti dapat memecahkan masalah dunia yang rusak saat ini dengan ilmu – ilmu agama yang sudah Kalian dapat, ucap lirih Kyai Karim dengan melihat ke arah santrinya. “Ya.... Saya mau,” ucap lirih Fajar dengan menunduk. “Zahira bagaimana denganmu nak....?,ucap Pak Kyai. “Saya mau,ucap Zahira dengan lirih dan menunduk.

            Sekarang hari – hari yang dulunya tenang belajar, mulai saat ini Zahira belajar dengan sungguh – sungguh. “Aku harus bisa membuktikan pada zaman dan dunia bahwa agama Islam adalah agama yang benar dan agama Islam tidak dapat dianggap sebagai teroris dan di pandang sebelelah mata oleh orang – orang Barat,” ucap Zahira dalam hati ketika membuka kitab yang akan dipelajarinya. Di keheningan malam yang hanya terdengar suara berisik jangkrik, dijadikan Fajar untuk belajar mempersiapkan lomba yang akan diikutinya bersama Zahira, di tengah teman – temannya yang tidur Fajar belajar sampai pukul 01.00 tengah malam, Fajar tidur sehabis belajar sampai pukul 02.45. Kemudian Fajar bangun dan segera mengambil air wudu dan melakukan solat malam di masjid.

            Bimbingan para Ustadz dan Ustadzah sudah diterima Fajar dan Zahira dengan baik. Satu bulan setengah sudah dilalui untuk menyiapkan lomba, sekarang tibalah lomba itu di pertarungkan. Di bangunan gedung yang besar lomba itu dilaksanakan, banyak sekali para santri maupun santriwan dari berbagai pesantren ternama di nusantara yang mengikuti lomba ini. Dalam lomba ini dibagi banyak ruangan. Setiap dua orang yang mewakili pesantren mereka masing – masing sudah berada pada podium – podium yang sama dan sudah siap untuk menjawab pertanyaan dari para Syekh yang menjadi penilai sekaligus penanya di antara penanya. Di antara para Syekh Al Jabar dan Syekh – Syekh teman beliau dari Mesir dan Arab Saudi. Rasa takut pada diri dirasakan Zahira saat ia mengetahui bahwa para jurinya Syekh dari Arab Saudi dan juga Mesir, begitu juga dengan Fajar yang berada di sebelah Zahira, ia juga merasa deg – degan, ia menoleh kearah Zahira yang mengalami rasa takut yang luar biasa hingga dapat ditangkap oleh Fajar, Fajar yang melihat hal ini memberanikan berkata pada Zahira “Zahira....Anti takut ya...., sudah....’’, Ucap saja Basmalah Ingsya Allah kita pasti bisa”, dengan pelan dan menunduk. Zahira yang mendengar memakai saran Fajar.

            Salah seorang laki – laki berdiri di atas panggung dengan memakai sarung, baju koko,  dan peci membuka acara lomba, membacakan peraturan – peraturan lomba dan memberi tahu bahwa setiap kelompok akan ditanya oleh para Syekh setelah dua puluh lima pertanyaan di lontarkan kepada peserta lomba, kemudian dilakukan dengan debat dari pertanyaan para Syekh yang di lontarkan ke salah satu peserta lomba. Dari pagi hingga ba’da Magrib lomba ini selesai. Satu minggu kemudian pengumuman lomba diterima pihak pesantren lewat surat yang dikirim dari pihak lomba, surat itu diterima pak Kyai Karim dan hasilnya Subhanalloh membahagiakan, rasa bahagia tak tertahan sampai pak Kyai yang ditemani Kepala Sekolah dan beberapa Ustadz menangis terharu tak menyangka dua orang santrinya mendapat juara satu. Hadiah ini berupa beasiswa di Cairo dan umroh yang secara langsung diberikan Syekh Al Jabar kepada  Zahira dan Fajar yang disaksikan Pak Kyai Karim, Ibu Nyai Khoiriyah Ustadz – Ustadzah, dan Kepala Sekolah setelah dua hari menerima surat yang dikirim.




Write a Facebook Comment

Tuliskan Komentar anda dari account Facebook

View all comments

Write a comment